
Dari grafik di atas terlihat bahwa accessibility berbanding terbalik dengan security, artinya adalah apabila kita menginginkan security yang baik dalam suatu jaringan maka kita pasti akan mengorbankan accessibility dari anggota atau pengguna jaringan tersebut. Misalnya adalah kita dapat memberlakukan sistem password yang berlapis-lapis untuk meningkatkan keamanan, namun hal ini tentunya akan mengganggu kenyamanan dari pengguna. Atau apabila kita ingin meningkatkan kenyamanan, secara otomatis kita akan mengorbankan keamanan, contohnya kita hanya membuat sistem proteksi dengan menggunakan satu password sederhana saja tentunya akan memberikan kenyamanan tapi sangat rentan terhadap serangan.
Fenomena seperti ini membuat metode security yang lebih baik terus dicari dalam rangka untuk mengimbangi serangan dari pihak luar dan kenyamanan untuk user. Dalam hal ini keseimbangan antara accessibility dan security harus terus diperhitungkan. Mungkin salah satu cara yang bisa dilakukan tidak hanya sekedar meningkatkan kuantitas saja (seperti yang dicontohkan diatas dengan sistem password belapis) namun bisa juga secara kualitas. Cara meningkatkan kualitas dari suatu password dapat juga dilakukan dengan cara biometric. Biometric merupakan proses pengenalan melalui bagian tubuh manusia, seperti pengenalan wajah (face recognition), pengenalan iris mata (iris recognition), pengenalan suara (speech dan speaker recognition), pengenalan sidik jari (fingerprint recognition), dan lain-lain. Diantara metode-metode diatas mungkin yang bisa menjadi bahan pertimbangan adalah untuk pengenalan suara.
Pengenalan suara terbagi menjadi dua, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition lebih menekankan terhadap identifikasi dari kata yang diucapkan, sedangkan speaker recognition lebih menekankan pada identifikasi siapa yang mengucapkan. Speaker recognition juga terbagi menjadi 2, yaitu text dependent (hanya dapat mengindentifikasi orang yang mengucapkan kata tertentu) dan text independent (dapat mengidentifikasi orang dengan menggunakan kata apa saja). Dari pengertian di atas, aplikasi yang mungkin dapat digunakan sebagai password adalah speaker recognition dengan model text dependent.
Dengan metode password menggunakan speaker recognition text dependent tentunya security dapat lebih ditingkatkan. Selain setiap user dapat menyimpan sendiri passwordnya, password tersebut juga hanya dapat dieksekusi oleh si pemilik password (user tersebut) karena setiap orang rata-rata memiliki karakteristik suara yang berbeda. Dengan menggunakan speaker recognition ini pun aspek accessibility tetap dapat dijaga, karena dalam setiap komputer atau notebook memiliki microphone sehingga dalam memasukan password tidak akan mengalami kesulitan yang berarti.
Namun metode ini juga memiliki kendala dan kekurangan. Hal ini berkaitan dengan erat dengan pengembangan sistem berbasis speaker recognition. Recognition yang mampu mengenali mendekati 100 % masih terus diteliti dan dicari metode-metode yang paling efektif. Apabila recognition belum mencapai tingkat pengenalan 100 % sistem ini tentunya tidak akan memperbaiki security dan accessibility. Pekerjaan berat untuk mengoptimalkan sistem inilah yang menjadi hambatan utama untuk mengimplementasikan sistem ini. Karena banyak aspek juga yang harus diteliti agar performa pengenalan bisa semakin membaik (contohnya : aspek penggunaan jenis microphone, noise/ gangguan, kemungkinan kareteristik suara yang dibuat mirip, dan lain-lain).
Bukan tidak mungkin apabila teknologi ini bisa dikembangkan hingga kemampuannya pengenalannya menjadi mendekati 100 % dapat menjadi titik tengah dari accessibility dan security.
Created By : Teddy Febrianto (0606029486)
Referensi :
Kuliah Keamanan Jaringan
www.biometrics.gov
Tidak ada komentar:
Posting Komentar